Ayah Yang Dirindukan
Setiap orang pasti memiliki catatan untuk sosok seorang ayah. Semoga kita menjadi bagian cacatan baik, sebagai ayah yang mulia atau anak yang mulia.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS.37:102)
Pelajaran :
1. Kata sa'yaa سعي secara bahasa artinya : Ada upaya, usaha, ikhtiar, pencarian, dan kerja keras.
Sedangkan معه (bersamanya) dengan سعي jika digabungkan maka kurang lebih maksudnya : ada upaya yang sungguh-sungguh untuk selalu mendekatkan diri bersama ayahnya... Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh Ismail jika sosok Ibrahim tidak termasuk seorang ayah yang dirindukan...
Padahal, Ibrahim as meninggalkan anak dan istrinya dan terpisah demikian jauh, tetapi redaksi ayat menggunakan kata Ma’ahu (bersamanya)... Disinilah rahasianya meskipun jarak demikian jauh (saat itu belum ada alat komunikasi), medan yang sulit, bahkan suasana psikologis antara istri pertama dan kedua, tetapi hal itu tidak menghalangi Ibrahim as untuk membersamai jiwa (tidak selalu dimaknai bersama secara fisik) anaknya Ismail hingga tumbuh menjadi seorang pemuda shaleh yang sabar dan tangguh...
Terlihat, bukan pada seringnya pertemuan (kebersamaan) tetapi pada kualitas pertemuan dan hubungan bathin yang tidak pernah terputus...bukan hanya fisiknya yang dirindukan, tetapi keteduhan ruhaniyahnya yang dinanti... Sehingga ayahnya (sosok Ibrahim as) mendapatkan tempat di hati anaknya (Ismail as) dan senantiasa menjadi sosok ayah yang dirindukan bagi Ismail as.
Suasana kebersamaan yang indah (terpadu antara fisik dan jiwa) antara anak dan ayah bisa dilihat pada surat albaqarah ayat 127 - 128.
2. Kemudian perhatikan kata فانظر ماذاتري (maka renungkan / pikirkanlah apa pendapatmu), terlihat nuansa dialogis antara ayah dengan anaknya...
Bukan pada seringnya "ngobrol" dengan anak, tetapi pada kualitas kalimat dan tema pembicaraan yang dipakai dalam obrolannya...
Kalimat ini (fandzur madza taraa) juga sarat dengan kalimat pendidikan (tarbiyah) yang mengajari si anak terdorong untuk belajar lebih dewasa, dan terbukti jawaban Ismail as menunjukkan kedewasaannya melampaui dari usianya...
Mudah-mudahan (selalu memohon taufiq-Nya) kita mampu menjadi ayah yang dirindukan di dunia dan menuju surga-Nya, mengambil teladan dari sosok nabi Ibrahim as.