Iman Kepada Malaikat
Siapakah Malaikat itu? Malaikat adalah makhluk (ciptaan Allah swt.) cahaya, tidak makan, tidak minum, tidak tidur, dan tidak berjenis kelamin. Mereka adalah alam lain yang berdiri sendiri dan berbeda fisik dan jasadnya.
Allah swt telah menciptakan malaikat dari cahaya. Ini berdasarkan sabda Rasulullah saw.,
خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ (رواه مسلم).
“Malaikat telah diciptakan dari cahaya.” (Muslim).
Lantas apa tugas (pekerjaan) mereka? Mereka mengurus alam semesta ini sesuai iradah dan masyi’ah (kehendak) Allah swt. Dia mendayagunakan malaikat untuk melaksanakan perintah-Nya, dan mereka, para malaikat, tidak akan melakukan sesuatu kecuali dengan perintah Allah swt. Allah swt. mengatakan dengan gamblang tentang hal ini.
Dan mereka berkata, “Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil (mempunyai) anak.” Maha Suci Allah. Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya. (Al-Anbiya: 26-27)
Diantara amal mereka adalah bertasbih dan tunduk secara total dan sempurna kepada Allah swt., turun membawa wahyu, dan mencatat semua amal. Allah swt. menerangkan tentang hal ini kepada kita sebagai mana ayat berikut.
Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Infithar: 10-12)
Ada juga malaikat yang bertugas mewafatkan dan mencabut nyawa.
Apakah beriman kepada malaikat adalah kewajiban bagi kita? Jawabnya tentu saja ya. Allah swt. telah mengabarkan kepada kita tentang mereka dalam Kitab-Nya. Jadi, iman kepada malaikat itu wajib dan menjadi salah satu rukun iman. Perhatikan firman Allah swt. berikut ini.
Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa), “Ampunilah kami, Ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah: 285)
Ar-Razi dalam At-Tafsiirul Al-Kabiir juz 2 halaman 160 menulis tentang definisi malaikat menurut Islam, nasrani, dan penyembah berhala. Menurut mayoritas ulama Islam, malaikat adalah makhluk halus yang diciptakan dari cahaya dan mampu berubah-ubah bentuk yang berbeda. Sedangkan menurut sekte nasrani, malaikat adalah roh yang telah terpisah dari tubuhnya, dapat berbicara, dan memiliki sifat bersih dan baik. Lain lagi menurut golongan penyembah berhala. Mereka berpendapat bahwa malaikat adalah bintang yang bertugas memberi kebahagiaan atau kesengsaraan. Malaikat pemberi kebahagiaan disebut malaikat rahmah, dan malaikat yang memberi kesengsaraan disebut malaikat azab. Dengan demikian bintang, menurut mereka, adalah makhluk hidup yang dapat berbicara.
Dalil Iman Kepada Malaikat
Sebagaimana telah kita pahami bahwa jalan menuju iman kepada malaikat adalah melalui periwayatan yang shahih dari dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah. Akal dalam hal ini tidak memiliki peran, kecuali tunduk kepada apa yang telah dijelaskan oleh wahyu, sedangkan wahyu itu sendiri tidak bertentangan dengan akal.
Hukum Beriman Kepada Malaikat
Keberadaan malaikat diperkuat dengan dalil Al-Qur’an, Sunnah dan ijma, maka iman kepada malaikat hukumnya wajib. Dan barangsiapa yang mengingkari keberadaan mereka, maka ia telah kafir.
Berikut ini dalil Al-Qur’an dan Hadits bertalian dengan iman kepada malaikat.
Rasul telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa), “Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah: 285)
Di Al-Qur’an juga terdapat surat yang diberi nama surat Malaikat, yaitu surat Faathir.
Sedangkan di antara hadits yang paling populer berkaitan dengan tema ini adalah Hadits Jibril yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a. (teks lengkapnya bisa dilihat di hadits kedua Arbain Nawani).
Rasulullah saw. pada suatu hari bersama para sahabat, lalu seorang laki-laki datang padanya kemudian berkata; “Ya Rasulullah, apakah iman itu?” Rasul menjawab, “Iman adalah kamu beriman pada Allah, malaikat, kitabNya, bertemu denganNya, para Rasul, dan beriman kepada hari kebangkitan.”
Jadi, jelaslah bahwa iman kepada malaikat adalah salah satu rukun akidah Islam. Tidak akan diterima iman seorang muslim, tanpa mengimani rukun ini. Jika masih terlintas di pikiran Anda sebuah pertanyaan, kenapa iman kepada malaikat menjadi salah satu rukun iman? Pertanyaan Anda itu dijawab oleh Imam Muhammad Abduh dalam Tafsir Al-Manar juz 2 halaman 110, “Bahwa iman kepada malaikat adalah pokok iman kepada wahyu. Karena, malaikat penyampai wahyu adalah roh yang berakal yang memiliki ilmu yang luas dengan izin Allah. Malaikat menyampaikan wahyu kepada roh Nabi sebagai pokok agama. Karenanya, penyebutan iman kepada malaikat didahulukan atas penyebutan iman kepada kitab dan para nabi. Sebab, merekalah yang datang kepada para nabi membawa kitab. Jadi, mengingkari malaikat berarti mengingkari wahyu, kenabian, dan ruh. Dan itu berarti mengingkari hari akhir. Orang yang mengingkari hari akhir tujuan utama hidupnya adalah kenikmatan dunia, syahwat, dan segala tuntutannya. Hal ini adalah sumber kesengsaraan di dunia sebelum di akhirat.”
Sifat-sifat Malaikat
Kita telah paham bahwa pengetahuan kita tentang malaikat hanyalah berdasar pada dalil wahyu. Maka, wahyu juga yang menjelaskan kepada kita dari apa malaikat diciptakan dan seperti apa tabiat mereka. Allah swt. telah menciptakan malaikat dari cahaya berbeda dengan Adam diciptakan dari tanah, dan jin diciptakan dari api.
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Malaikat diciptkan dari cahaya, jin diciptakan dari api, dan Adam diciptakan dari apa yang telah diceritakan pada kamu (tanah).”
Para ulama mengatakan bahwa para malaikat adalah jawahir basithah yang diberi akal, tidak memerlukan tempat, ada yang berhubungan dengan benda konkret seperti otak, ada pula yang berhubungan dengan yang abstrak seperti jiwa. Malaikat memiliki kemampuan logika akal yang tidak sempurna. Mereka tidak terhalang dari cahaya Allah. Dan tidak dilarang berada bersamanya pada suatu waktu, pada suatu keadaan dengan tidur, lalai atau syahwat. Bahkan mereka menikmati dengan apa yang mereka saksikan. Ketaatan mereka adalah karakter dan kemaksiatan mereka adalah tugas. Ini berbeda dengan manusia yang ketaatannya adalah tugas dan mengikuti hawa nafsu adalah karakter (lihat Al-Kulliyat karya Abul Baqa’, halaman 854, penerbit Ar-Risalaat).
Simak beberapa firman Allah swt. berikut ini:
Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka). (An-Nahl: 50)
Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya. (Al-Anbiya: 27)
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (At-Tahriim: 6)
Kedudukan dan Keutamaan Malaikat
Para ulama berbeda pendapat dalam hal menjadikan manusia lebih utama daripada malaikat. Ada yang berpendapat bahwa para rasul dari golongan manusia lebih utama dari para rasul dari golongan malaikat dan para wali dari golongan manusia lebih utama dari para wali golongan malaikat. Sementara yang lain berpendapat bahwa malaikat lebih utama dari manusia selain para rasul.
Malaikat Bukan Lelaki dan Bukan Perempuan
Orang-orang musyrikin Arab Jahiliyah beranggapan bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah. Mereka telah melakukan kebodohan besar ketika mengatakan bahwa Allah memiliki anak dan anak-anaknya adalah para wanita (malaikat). Sementara di sisi lain mereka tidak senang dengan anak-anak perempuan. Lihat gambaran ini di surat An-Nahl ayat 58.
Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah.
Tentang kebohongan mereka, Allah menjelaskan di dalam surat Az-Zukhruf ayat 19.
Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaika-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban.
Perhatikan juga surat Al-Isra ayat 40 di bawah ini.
Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya).
Bukan sesuatu yang aneh keyakinan yang salah ini masih mempengaruhi akal dan hati banyak orang. Contoh yang paling jelas adalah menyerupakan malaikat dengan perempuan-perempuan berkostum putih dan membuat patung atau gambar malaikat pada bentuk anak-anak perempuan dan wanita-wanita cantik yang memiliki sayap. Gambar-gambar itu dijual di pasar-pasar dalam bentuk ucapan selamat pada hari bahagia dan hari raya. Bahkan ada yang membuat boneka malaikat dengan wujud anak perempuan atau wanita cantik. Tentu hal ini adalah kekufuran yang jelas. Barangsiapa yang meyakini bahwa suara perempuan adalah suara malaikat atau para perempuan merupakan potret malaikat rahmah, ia adalah kafir. Begitu pendapat Al-Bani dalam buku Arkanul Iman.
Ada juga ulama berpendapat tidak sekeras Al-Bani. Mereka berpendapat, menggambar bentuk malaikat adalah bid’ah yang sangat berbahaya dan dapat mengeluarkan seorang muslim dari iman. Namun, dalam percakapan sehari-hari, orang banyak kadang mengasosiasikan sesuatu yang sempurna dalam penglihatan dengan malaikat. Misalnya para wanita bangsawan yang terkesima dengan ketampanan Nabi Yusuf. Mereka mengasosiasikan Nabi Yusuf dengan malaikat (lihat surat Yusuf: 31). Tapi, mereka tidak menyakini bahwa Nabi Yusuf itu malaikat.
Malaikat Tidak Makan, Tidak Minum
Dalil bahwa malaikat tidak makan dan tidak minum adalah Al-Qur’an yang menceritakan tentang para tamu Nabi Ibrahim dari golongan malaikat yang diutus oleh Allah untuk menghancurkan perkampungan kaum Luth. Lihat surat Adz-Dzaariyaat ayat 24-28.
24. Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan?
25. (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, “Salaamun.” Ibrahim menjawab, “Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal.”
26. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.
27. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata, “Silakan Anda makan.”
28. (Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, “Janganlah kamu takut.” Dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak).
Malaikat Tidak Dapat Dilihat Dalam Bentuk Aslinya
Pada kisah tamu Ibrahim di atas, malaikat dapat dilihat di saat berbentuk pada wujud selain aslinya. Sedangkan pendapat yang shahih bahwa malaikat tidak dapat dilihat oleh manusia biasa, dalilnya adalah firman Allah swt. di surat Furqan ayat 21-22.
21. Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami, “Mengapakah tidak diturunkan kepada kita malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?” Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas (dalam melakukan) kezaliman.”
22. Pada hari mereka melihat malaikat di hari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata, “Hijraan mahjuuraa”.
Ibnu Hazm di Al-Fashl juz 4 halaman 57, mengomentari ayat ini dengan kalimat, “Allah telah menjadikan permintaan manusia akan diturunkannya malaikat sebagai suatu masalah besar, yang dianggap sebagai kesombongan dan melampaui batas; dan Allah menjelaskan kepada kita bahwa kita sebagai manusia tidak akan pernah dapat melihat malaikat sampai hari kiamat.”
Jika manusia biasa tidak dapat melihat malaikat, tapi ada kekhususan bagi Rasulullah saw. Rasulullah saw sebagai seorang nabi bisa melihat malaikat jibril dalam bentuk aslinya ketika di malam Isra Mi’raj. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari Masruq, dia berkata: aku pernah bersama A’isyah, beliau berkata, Bukankah Allah telah berfirman di surat At-Takwiir ayat 23, Dan sesungguhnya Muhammad itu melihat Jibril di ufuk yang terang. Dan surat An-Najm ayat 13, Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. Lalu A’isyah berkata, “Aku orang pertama dari umat ini yang bertanya kepada Rasulullah tentang ayat di atas, maka Rasulullah saw. menjawab, ‘Sesungguhnya dia adalah malaikat Jibril.’ Rasul tidak melihatnya dalam bentuk aslinya, kecuali dua kali. Rasul melihatnya pertama kali di saat Malaikat Jibril turun ke bumi dan sayapnya menutupi antara langit dan bumi.” (lihat Tafsir Ibnu Katsir, juz 4 halaman 251-252).
Walaupun kita, manusia, tidak dapat melihat malaikat, namun ada sebagian makhluk yang diberi kelebihan khusus sehingga dapat melihat malaikat. Bukhari dan Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika kamu mendengar suara ayam jago, maka mintalah kepada Allah sebagian dari karunianya, karena ayam jago itu dapat melihat malaikat; dan bila kamu mendengar suara ringkik keledai, maka berlindunglah kepada Allah dari setan karena ia melihat setan.”
Sebagian orang menganggap hadits seperti ini aneh, bagaimana mungkin burung-burung dan binatang dapat menyaksikan apa-apa yang tidak dapat kita saksikan. Jawabnya sederhana. Benda mati saja dapat memperlihatkan kepada kita sesuatu yang kita tidak dapat melihatnya dalam kondisi biasa. Contohnya televisi. Benda ini dapat memperlihatkan gambar-gambar yang entah di mana adanya ke hadapan kita yang sedang duduk di dalam kamar. Padahal kita tahu isi televisi itu adalah rangkaian komponen elektronik saja.
Malaikat Mampu Berubah-ubah Bentuk
Dalam kisah tamu Nabi Ibrahim, para malaikat datang dengan menjelma sebagai laki-laki dewasa. Karena itu, Nabi Ibrahim langsung menjamu mereka dengan makanan. Contoh lain adalah ketika malaikat datang kepada Maryam ibu Nabi Isa a.s. Perhatikan surat Maryam ayat 16-17 ini.
16. Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al-Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah timur,
17. Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu kami mengutus roh Kami (Jibril a.s.) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Malaikat Jibril datang menjumpai Rasulullah dalam bentuk manusia yang berbeda-beda bentuknya. Kadangkala menyerupai seorang shahabat yang bernama Dahyah bin Khalifah Al-Kalbi karena Dahyah seorang pemuda tampan dan memiliki postur yang ideal. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan di dalam shahihnya dari Umar bin Khaththab, ia berkata, “Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah tiba-tiba muncul seorang laki-laki dengan mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambut yang sangat hitam, lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Rasulullah dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha Rasul, dan ia berkata, ‘Wahai Muhamad, beritahu saya tentang Islam.” Kemudian bertanya lagi tentang iman, ihsan, dan hari kiamat. Kemuian meninggalkan tempat itu. Lalu Rasulullah saw. bertanya kepada Umar, “Wahai Umar, apakah kamu tahu siapa yang bertanya tadi?” Umar menjawab, “Allah dan RasulNya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah saw. menjelaskan, “Dia adalah Malaikat Jibril yang telah datang kepadamu mengajarkan kami tentang agamamu.”
Malaikat Memiliki Kemampuan Yang Luar Biasa
Malaikat memiliki kemampuan yang luar biasa yang tidak dapat dibayangkan. Misalnya, 8 malaikat pemikul Arsy.
“Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haaqqah: 17)
Jika kursi Allah swt. luasnya seluas tujuh lapis langit dan bumi, coba bayangkan sebesar apa ‘Arsy dan bayangkan betapa dahsyatnya kekuatan yang dimiliki para malaikat pemikul ‘Arsy. Coba bayangkan bagaimana kekuatan malaikat peniup sangkakala dimana saat sangkakala ditiupkan seluruh makhluk yang ada di langit dan bumi mati seketika.
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (Az-Zumar: 68)
Bisakah kita bayangkan apa yang dilakukan malaikat terhadap kaum Nabi Luth seperti yang digambarkan Allah swt. dalam firman-Nya di surat Hud ayat 82 ini?
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan, red.), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.
Itulah gambaran yang menakutkan tentang kekuatan malaikat.
Adapun kecepatan malaikat lebih cepat dari apa yang dibayangkan manusia. Allah berfirman di dalam surat Al-Ma’arij ayat 4.
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.”
Cukup untuk diketahui bahwa malaikat Jibril memi’rajkan Rasulullah saw. ke langit tertinggi kemudian kembali lagi ke bumi, hanya dalam satu malam, bahkan sebagian dari malam. Kita tahu bahwa langit yang paling dekat ke bumi memerlukan jutaan tahun kecepatan cahaya. Artinya, kita perlu hidup jutaan tahun untuk sampai ke sana bila kita jalan dengan kecepatan cahaya yang 300 km per detik. Pertanyaannya, siapa yang dapat melakukannya? Dari mana kita mendapat umur yang panjang untuk perjalanan itu?
Malaikat Diciptakan Untuk Taat Dan Bertasbih
Ketaatan dan ibadah bagi malaikat adalah sifat asli mereka (jibillah) sebagaimana Allah mensifati mereka di surat At-Tahrim ayat 6.
“Tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
“Mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.” (Al-Anbiya: 27) ayat
“Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (Al-Anbiya: 20)
“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.” (Al-Anbiya: 19)
Para ulama berbeda pendapat tentang cara bertasbihnya malaikat. Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas berkata, tasbih mereka adalah shalat. Ini berdasarkan firman Allah
فلولا انه كان من المسبحين “seandainya ia bukan orang yang selalu bertasbih”, yang dimaksud dengan bertasbih di sini adalah shalat.
Qotadah berkata, tasbih malaikat adalah سبحان الله sebagaimana dipahami dari bahasa. Al-Qurthubi mendukung pendapat ini. Dalilnya adalah hadits riwayat Abu Dzar r.a. bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya, “Ucapan apa yang paling afdlal?” Rasulullah saw. menjawab, “Ucapan yang paling afdlal adalah kata-kata yang telah dipilihkan oleh Allah untuk malaikat, yaitu سبحان الله وبحمده ” (Muslim)
Dan Abdurrahman bin Qarth bahwa Rasulullah saw. pada malam Isra’ dan Mi’raj mendengar suara tasbih di langit yang paling atas:“سبحان العلي الأعلى سبحانه وتعالى “. (Al-Baihaqi, Tafsir Al-Qurthubi juz 1/267).
Dan shalatnya malaikat adalah berdiri dan sujud. Dari Hakim bin Hizam, ia berkata, ketika Rasulullah saw. bersama para sahabat, beliau bersabda, “Apakah kalian mendengar apa yang saya dengar?” Mereka menjawab, “Kami tidak mendengar sesuatu.”
Rasulullah saw. berkata, “Sesungguhnya aku mendengar hentakan langit. Tidak ada satu jengkal pun bagian langit yang terhentak melainkan di atasnya malaikat sedaang sujud atau sedang berdiri.” (At-Tabrani, Mu’jam Al-Kabir, Al-Asyqar ‘Alamul Malaikah Al-Abrar, halaman.31,1989)
Keadaan malaikat diciptakan untuk beribadah sehingga sebagian ulama meyakini bahwa malaikat bukan makhluk mukallaf. Yang sahih bahwa taklif mereka tidak sama dengan taklif kita. Adapun pendapat yang mengatakan bahwa mereka bukan makhluk mukallaf adalah pendapat yang salah karena mereka diperintahkan untuk beribadah dan taat. Allah swt. berfirman:
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).” (An-Nahl: 50)
Khauf adalah di antara tingkatan ubudiyah dan ketaatan yang paling tinggi. (Al-Asyqar halaman 29,1989).
Dalil yang paling kuat bahwa malaikat makhluk mukallaf adalah kisah tentang perintah Allah kepada mereka untuk susjud kepada Adam. Allah swt. berfirman di dalam surat Al-Baqarah ayat 34:
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam.” Maka sujudlah mereka, kecuali Iblis; ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Malaikat Terjaga Dari Salah
Dari paparan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa malaikat terhindar dari kesalahan dan perbuatan dosa. Namun, jumhur ulama berpendapat, malaikat tidak ma’shum. Dalil-dalil sebagai berikut.
“Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu.” (Fushilat: 38)
Di ayat 30 surat Al-Baqarah, malaikat berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Malaikat mencela terjadinya maksiat yang dilakukan Adam dan keturunannya, dan ini berarti menunjukkan bahwa mereka (malaikat) bebas dari dosa. Sikap mereka itu diperkuat dengan kata-kata, “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” Yang berarti mereka senantiasa bertasbih dan mensucikan Allah tanpa henti.
Sedangkan dalil yang mengatakan bahwa malaikat tidak ma’shum adalah seperti yang dikemukakan Imam Ar-Razi dalam tafsirnya yang juga bantahan atas pendapat malaikat terbebas dari salah.
Menurut Ar-Razi, firman Allah swt., “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” adalah dalil yang mencela para malaikat bukannya sebagai dalil tentang bebasnya malaikat dari kesalahan. Hal itu ditinjau dari beberapa sisi:
Bahwa perkataan malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah” adalah bantahan mereka terhadap Allah dan sikap ini di antara dosa yang paling besar.
Bahwa para malaikat telah melakukan ghibah Adam dan keturunannya dengan mempertanyakan tentang mereka, sementara ghibah adalah salah satu dosa besar.
Bahwa malaikat telah memuji diri mereka sendiri setelah mempertanyakan keturunan Adam dengan perkataan, “Padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau.” Bukankah memuji diri sendiri adalah tercela dan dapat mengakibatkan ujub atau bangga terhadap diri sendiri, dan ini adalah sikap tercela sebagaimana Allah berfirman dalam surat An Najm ayat 32?
Bahwa perkataan mereka, “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” adalah sikap minta permakluman dan itu tidak terjadi kecuali karena telah melakukan kesalahan.
Bahwa firman Allah swt., “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar! Dapat dipahami bahwa mereka telah berdusta pada apa yang mereka katakan.
Bahwa firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 33, “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” Dapat dipahami bahwa mereka meragukan bahwa Allah mengetahui segala hal.
Bahwa tuduhan mereka terhadap manusia hanya berdasar dugaan (dzhan) dan ini tidak dibenarkan sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Israa ayat 36.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.“