Kisah Kesabaran Abu Qilabah yang Berbuah SYURGA
Kisah ini pertama Kali sy baca di Majalah persatuan Mahasiswa Madinah di Perpustakaan Masjid Al Anshar bukit Shofa. Tidak ada salahnya sy copaskan kembali untuk teman2 sekalian, Mudah2an bisa diambil hikmah didalamnya.
Kisah ini diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Hibban dalam kitab Ats-Tsiqot. Kisah ini diriwayatkan dari Abdullah bin Muhammad, ia mengatakan;
Suatu hari, aku pernah berada di daerah perbatasan, wilayah Arish di negeri Mesir. Aku melihat sebuah kemah kemah kecil, yang menunjukkan pemiliknya adalah orang yang sangat miskin. Lalu aku pun mendatangi kemah yang berada di padang pasir tersebut untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Aku melihat seorang laki-laki, (perhatikanlah!) Tangan dan kakinya telah pergi (bisa buntung atau lumpuh) telinganya sulit mendengar, matanya buta, tidak ada yang bermanfaat baginya kecuali lisannya.
(engkau bisa bayangkan bukan? Laki-laki yang tidak berfungsi kedua tangan dan kakinya, telinganya sulit mendengar dan matanya buta, yang tersisa baginya hanya lisan saja (untuk berbicara). Baik, tahukah engkau apa yang ia ucapkan?! (perhatikan do’a ini, catatlah.))
اللهم أوزعنى أن أشكر نعمتك التي أنعمت عليَّ وأن فضلتنى على كثير ممن خلقت تفضيلاً
“Ya Allah berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, Dan Engkau sangat muliakan aku dari ciptaanMu yang lain.”
Abdullah bin Muhammad mengatakan; ini benar-benar luar biasa, lalu aku pun menemuinya. Aku katakan; wahai saudara, nikmay Allah yang mana yang engkau syukuri? Nikmat apa?
Ia menjawab; wahai saudaraku, diamlah! Demi Allah, seandainya Allah datangkan lautan, niscaya laut tersebut menenggelamkanku, atau gunungan api pasti aku akan terbakar, atau dijatuhkan langit kepadaku yang akan meremukkanku, aku tidak akan mengatakan apapun kecuali rasa syukur.
Aku (Abdullah bin Muhammad) bertanya lagi; bersyukur atas apa?
Ia menjawab; tidakkah engkau melihat Dia Allah telah menganugerahkan aku lisan yang senantiasa berdzikir dan bersyukur?! (Subhanallah). Dia telah menganugerahkan kepadaku lidah yang senantiasa berdzikir dan selalu bersyukur kepadaNya. Di samping itu saudaraku, aku memiliki seorang anak yang di waktu sholat ia selalu menuntunku (untuk ke masjid) dan ia pula yang menyuapiku. Namun sejak tiga hari ini aku tidak melihatnya, tolong carikan ia.
Aku (Abdullah) pun menyanggupinya dan pergi untuk mencari anaknya. Ternyata aku dapati singa-singa/serigala-serigala telah memakan anaknya. Aku (Abdullah) berkata kepada diriku sendiri, bagaimana caranya aku menemuinya? Bagaimana caranya aku berjumpa dengannya? Aku pun datang kepadanya dan mengatakan?! Apa yang harus kukatakan? Anaknya diterkam singa/serigala padahal keadaannya demikian (menyedihkan). (Lalu apa yang dikatakan Abdullah bin Muhammad?)
(Ini adalah kisah yang sedih mengharukan, memilukan, Kisah dari Abu Qilabah rohimahullaah)
Apa harus kukatakan padanya bahwa anaknya dimakan serigala yang lapar?!
Abdullah bin Muhammad mengatakan, “Wahai saudaraku.”
“Iya”, Jawab Abu Qilabah.
Abdullah melanjutkan, “Sudahkan engkau mendengar kisahnya Nabi Ayyub ‘Alayhissalam?”
Abu Qilabah menjawab, “Iya, pernah.”
Abdullah melanjutkan, “Sesungguhnya Allah telah memberinya cobaan dalam urusan hartanya.”
Abu Qilabah menimpali, “Iya.”
Abdullah melanjutkan, “Bagaimana keadaannya dalam menghadapi musibah?”
Abu Qilabah menjawab, “Ia menghadapinya dengan sabar.”
(Tentu anda tahu Ayyub ‘alayhissalam, beliau telah kehilangan anaknya, Allah subhanahu wata’ala juga mendatangkan sebuah banjir yang membinasakan hartanya dan segala yang ia punya, sapi ternak hanya dalam satu malam, Ayyub pun menjadi orang yang faqir, Beliau pun bersabar, Dalam keadaan sabar tersebut, Alla tambah musibahnya, anaknya yang berjumlah sepuluh orang yang berada di dalam rumah, serta merta rumahnya roboh, kesepuluh anaknya pun tewas seketika, Beliau tetap memuji Allah dan bersabar. Dalam keadaan sabar tersebut, Allah tambah lagi deritanya dengan penyakit di badannya.)
Abdullah mengatakan, “Wahai saudaraku, Allah telah menguji Ayyub dengan kefaqiran, bagaimana keadaannya?”
Abu Qilabah menjawab, “Ia bersabar.”
Abdullah bertanya lagi, “Ia pun diuji dengan tewasnya anak-anaknya, bagaimana keadaannya?”
Abu Qilabah menjawab, “Ia tetap sabar.”
Abdullah melanjutkan, “Ia juga diuji dengan penyakit di badannya, bagaimana keadaannya?”
Abu Qilabah menjawab, “Ia tetap bersabar.”
Abu QIlabah memotong, “Sekarang katakana kepadaku, mana anakku? Aku sangat lapar.”
Abdullah melanjutkan, “Ia dalam perjalanan, akan tetapi kukatakan, siapa yang lebih dicintai Allah? Engkau atau Nabi Ayyub ‘alayhissalam?”
Abu Qilabah menjawab, “Tentu saja Ayyub.”
Abdullah melanjutkan, “Berharaplah pahala dari musibahmu, anakmu dimangsa serigala. Ringankan beban ini dariku.”
Lalu Abu Qilabah mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang Dia tidak meninggalkan keturunan bagiku yang bermaksiat kepada Allah sehingga ia diadzab di neraka.”
Ia pun tersedak sangat kuat (karena sedih) kemudian wafat. Ia wafat, Lalu Abdullah bin Muhammad membaringkannya di tangannya dan berfikir apa yang harus ia perbuat. Laki-laki ini wafat dan aku seorang diri (mengurusi jenazahnya). Wahai Robbku siapa yang akan menolongku memandikan dan mengafaninya, apa yang harus kuperbuat?! Pada saat aku berfikir demikian dan jasad telah kututupi dengan mantelku. Tiba-tiba datang empat orang laki-laki yang mengendarai kuda.
Mereka mengatakan, “Wahai saudara, apa yang terjadi padamu?”
Abdullah mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah membawa kalian kesini. Bantulah aku memandikan, mengafani, dan mensholatkan laki-laki ini.”
Mereka bertanya, "Siapa ini?”
Abdullah menjawab, “Aku juga tidak mengenalnya, dia dalam keadaan sakit dan memprihatinkan.” (Lalu Abdullah menceritakan kisahnya)
Mereka katakan, “Coba buka penutup wajahnya, bisa jadi kami mengenalnya.”
Aku pun membuka wajahnya, tiba-tiba mereka tersentak, lalu menciumi dan menangis, mereka mengatakan, “Subahanallah!!” wjah yang senantiasa bersujud kepada Allah, mata yang selalu menunduk dari yang diharamkan Allah, tangan yang tiada henti diangkat memohon kepada Allah.
Aku (Abdullah) pun bertanya, “Kalian kenal laki-laki ini?”
Mereka balik bertanya, “Engkau tidak tahu?!”
Aku katakan, “Tidak.”
Ini Abu QIlabah, sahabat Ibnu Abbas rodhiyallaahu ‘anhu. Laki-laki ini, kholifah pun pernah ingin menjadikannya seorang hakim (qodhi), lalu ia menghindar dari jabatan tersebut. (dimana manusia pada saat ini meminta jabatan sebagai hakim) Jadi, Kholifah menginginkannya menjadi seorang hakim (qodhi), suatu jabatan khusus, yang mengatur hokum, dan menentukan hukum antar manusia, suatu kedudukan yang sangat mulia. Dia menolak jabatan tersebut kemudian datang ke Mesir untuk wafat dalam keadaan demikian (tidak dikenal). Tidak mau memangku jabatan sebagai hakim. Lalu kami pun memandikan, mengafani, dan mensholatinya. Setelah itu kami memakamkan beliau. Orang-orang itu pun berlalu dan aku (Abdullah) kembali ke perbatasan..
Lalu aku (Abdullah) pun tidur kemudian aku bermimpi (perhatikan, apa isi mimpinya). Aku melihat Abu Qilabah dalam mimpiku berada di surga, di sebuah taman, ia mengenakan sutera hijau berjalan dengan terhormat di surga dengan penampilan yang menarik, ia berjalan di dalam surga, sambil membaca firman Allah dengan suara yang merdu,
سَلامٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“Keselamatan (surga) bagi kalian sebagai balasan kesabaran kalian dahulu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” {QS. Ar-Ro’d:24}
Aku (Abdullah) katakan, “Wahai saudara, bukankah engkau temanku itu? Bukankah kami telah menguburmu kemarin malam?”
Ia menjawab, “Iya betul, aku temanmu.”
Aku bertanya, “Apa yang menyebabkanmu sampai ke derajat demikian? Kenikmatan apa ini dan darimana engkau memperolehnya?”
Ia (Abu Qilabah) mengatakan, "Sesungguhnya di surga terdapat tingkatan-tingkatan yang tidak akan dicapai kecuali dengan kesabaran ketika ditimpa musibah dan bersyukur di kala lapang.”
Semoga Allah merahmati Abu Qilabah. Amiin.
Sumber : akun ust fathul andalush