Nilai UN Jelek, Bukan KIAMAT (Belajar dari Kasus Seorang Pelajar Gantung diri di Klaten)

Semangat pagi bapak ibu dan seluruh pemerhati pendidikan di negeri tercinta ini. Semoga di hari-hari pada bulan Mulia bulan Ramadhan ini, kita dan seluruh generasi bangsa senantiasa dalam lindungan dan bimbingan hidayah Allah Ta'ala. 

Namun, di akhir pekan kemarin, dunia pendidikan seakan tercoreng lagi. Bukan karena oknum pendidik yang berbuat mesum dan sebagainya, namun regulasi pendidikan kita dengan diberlakukanya UN ternyata memberikan duka yang sangat mendalam.

Belajar dari kasus GANTUNG DIRI PELAJAR karena nilai UN jelek

Betapa tidak, alih alih UN mampu diharapkan sebagai indikator (meskipun bukan prioritas utama) namun bagi masyarakat bawah, apalagi para pelajar, persepsi mereka UN adalah segala-galanya, final, jika final itu hasilnya bagus maka akan berlanjut dengan masa depan yang gemilang. Namun jika hasil final (baca : UN) jelek, maka seakan dunia sudah KIAMAT.

Hal ini tidak bisa dipungkiri berdampak sangaaaat memilukan, apalagi hari Jumat pekan lalu, terjadi peristiwa yang menyedihkan adanya generasi bangsa kita yang mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Hanya gegara NILAI UN JELEK. 

Tentu sebagai hamba yang mampu berfikir (ulul albab) mari instrokpeksi, khususnya para pemegang kebijakan, entah dengan cara seperti apa, yang terpenting jangan sampai terulang lagi kasus-kasus semisal, yang menyebabkan korban dari para generasi bangsa kita ini. 

Sungguh sangat kecil sekali, jika pendidikan hanya diukur dengan NILAI saja. Dan sungguh memilukan jika lembaga-lembaga pendidikan untuk mendapatkan input (calon siswa) lebih berpijak pada nilai UN. 

Berikut juga curhatan seorang pendidik yang resah dan prihatin dengan kondisi terkini dalam pendidikan kita.

Kepada Para Orangtua,

Ujian anak Anda telah selesai . Saya tahu Anda cemas dan berharap anak Anda berhasil dalam ujiannya.

Tapi, mohon diingat, di tengah-tengah para pelajar yang menjalani ujian itu, ada calon seniman, yang tidak perlu mengerti Matematika.

Ada calon pengusaha, yang tidak butuh pelajaran Sejarah atau Sastra.

Ada calon musisi, yang nilai Kimia-nya tak akan berarti.

Ada calon olahragawan, yang lebih mementingkan fisik daripada Fisika... di sekolah.

Ada calon photografer yang lebih berkarakter dengan sudut pandang art berbeda yang tentunya ilmunya bukan dari sekolah ini.

Sekiranya anak Anda lulus menjadi yang teratas, hebat! Tapi bila tidak, mohon jangan rampas rasa percaya diri dan harga diri mereka.

Katakan saja: "tidak apa-apa, itu hanya sekedar ujian." Anak-anak itu diciptakan untuk sesuatu yang lebih besar lagi dalam hidup ini.

Katakan pada mereka, tidak penting berapapun nilai ujian mereka, Anda mencintai mereka dan tak akan menghakimi mereka.

Lakukanlah ini, dan di saat itu, lihatlah anak Anda menaklukkan dunia. Sebuah ujian atau nilai rendah takk ban mencabut impian dan bakat mereka.

Dan mohon, berhentilah berpikir bahwa hanya dokter dan insinyur yang bahagia di dunia ini.

Mari kita bergandengan tangan, semua stakeholder, pemegang kebijakan, pendidik, orang tua, masyarakat, jaga dan bimbing para generasi muda kita untuk meraih masa denpan gemilang mereka dunia dan akhirat tanpa ada unsur menjerumuskan.  Nun Wal Qalami Wa Maa yasturuun. Wallahu sabilil haq

Subscribe to receive free email updates: