Adab Guru Bermuka Manis
Guru adalah mu'allim, yakni mengajarkan kemuliaan dan memberikan contoh kemuliaan serta merawat agar selalu dalam kemuliaan. Maka profesi sebagai guru sangatlah mulia, karena ia hakekatnya adalah pewaris para nabi yang meneruskan dan menyampaikan ajaran mulia kepada generasi umat.
Maka sudah sepantasnyalah sebagai guru harus lebih banyak dan lebih dahulu melakukan berbagai kemuliaan sebelum disampaikan anak didik. Berikut satu diantara tuntunan agar guru tetap sebagai panutan, teladan bagi tiap anak didiknya. BERMUKA MANIS.
Keutamaan Bermuka Manis
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Luqman : 18).
Allah Azza wajalla mencintai hamba-Nya karena kemuliaan akhlaknya. Satu-satunya manusia yang diberikan pujian sebagai manusia yang berakhlak baik nan agung adalah pribadi Baginda Nabi Muhmmad saw.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Qalam : 4,
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad), benar-benar memiliki akhlak yang agung”
Hidup kita di dunia ini adalah ibarat perhiasan belaka. Tentu saja perhiasan itu pasti identik dengan hal yang menarik dan melenakan. Begitupun dunia, akan mudah dan banyak hal di dunia ini yang menarik dan bisa melenakan kita dari tujuan utama kita hidup di dunia, Ibadah kepada Allah Azza Wajjala.
Apakah ada manuisia yang tidak suka dengan perhiasan ? , Tentu saja jika manusia normal akan selalu tertarik dengan gemerlap yang dipancarkan dari perhiasan. Maka dari itu, tidak sedikit manusia yang selalu disibukan dengan urusan perhiasan, berlomba-lomba untuk memperbaiki penampilan dirinya agar orang lain tertarik kepada dirinya. Manusia semacam ini hanyalah mementingkan penampilan luar atau zhohirnya saja.
Sebagai orang beragama, tentunya kita harus lebih mementingkan dalam urusan memperbaiki mental, hati, jiwa, akhlak. Lebih memprioritaskan isi daripada kulit. Sehingga, menariknya kita bukan karena kulitnya saja, namun isi juga berkwalitas. Bahkan menariknya kita bukan hanya di hadapan manusia di dunia, namun yang lebih penting adalah mendapat keutamaan, kemuliaan di hadapan Allah SWT.
“Orang yang paling dicintai di antara kalian dan yang paling dekat duduk denganku di hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya” (HR. Tirmidzi no. 2018).
Seperti halnya, ayat ke-empat dalam QS. Al-Qalam di atas, bahwa kemuliaan akhlak Nabi Muhammad saw, bukan hanya menarik bagi sesama manusia, namun pujian disematkan kepada beliau oleh Rabb Yang Maha Agung, Allah SWT.
Oleh karena itu, tentu saja kita jika menguatkan tekad agar dimulian pula oleh Allah SWT dunia dan akhirat, maka kita harus mengutamakan dalam memperbaiki, meningkatkan dan mengokohkan akhlak kita semakin mulia sesuai yang di syariatkan Rasul Shallallahu ‘Alaihiu Wasallam.
Thalaqatul Wajhi = Bermuka Manis
Di antara bentuk akhlak mulia yang diajarkan dalam Islam adalah thalaqatul wajhi, bermuka manis di hadapan orang lain. Bahkan hal ini dikatakan oleh Syaikh Musthofa Al ‘Adawi menunjukkan sifat tawadhu’ seseorang. Namun sedikit di antara kita yang mau memperhatikan akhlak mulia ini. Padahal di antara cara untuk menarik hati orang lain pada dakwah adalah dengan akhlak mulia. Lihatlah bagaimana akhlak mulia ini diwasiatkan oleh Lukman pada anaknya,
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Luqman: 18).
Syeikh Ibnu Katsir menjelaskan mengenai ayat tersebut, “Janganlah palingkan wajahmu dari orang lain ketika engkau berbicara dengannya atau diajak bicara. Muliakanlah lawan bicaramu dan jangan bersifat sombong. Bersikap lemah lembutlah dan berwajah cerialah di hadapan orang lain” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 56).
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun juga walau engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri” (HR. Muslim no. 2626).
Begitu pula dengan wajah ceria dan berseri akan mudah menarik hati orang lain ketika diajak pada Islam dan kepada kebaikan. Senyum manis adalah di antara modal ketika berdakwah. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya kalian tidak bisa menarik hati manusia dengan harta kalian. Akan tetapi kalian bisa menarik hati mereka dengan wajah berseri dan akhlak yang mulia” (HR. Al Hakim dalam mustadroknya. Al Hakim mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dari Jarir, ia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menghalangiku sejak aku memberi salam dan beliau selalu menampakkan senyum padaku” (HR. Bukhari no. 6089 dan Muslim no. 2475).
Bermuka Masam
Urgensi bermuka manis ini, juga semakin kita kuatkan dengan ibrah pada diri Rasul saw. Beliau yang hanya sekali bermuka masam dalam menerima kehadiran sahabat beliau, Abdullah bin Umi Maksum, dan kala itu sedang mendapatkan tamu, pemuka Qurays.
Maka inilah yang menjadi asbabunnuzul turunya ayat/surat Abasa (bermuka masam).
Wajah berseri dan tersenyum termasuk bagian dari akhlak mulia. Ibnul Mubarak berkata bahwa makna ‘husnul khulq’ (akhlak mulia),
“Wajah berseri, berbuat kebaikan (secara umum) dan menghilangkan gangguan”. Dinukil dari Riyadhus Sholihin karya Imam AN-Nawawi rahimahullah.
Sedangkan orang yang berakhlak mulia disebutkan dalam hadits dari Jabir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Orang yang paling dicintai di antara kalian dan yang paling dekat duduk denganku di hari kiamat adalah yang paling bagus akhlaknya” (HR. Tirmidzi no. 2018. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Namun wajah berseri ini tidaklah setiap saat dan tidak ditujukan pada setiap orang. Ketika menghadapi orang yang lebih pantas dimarahi (bukan diberi senyuman), juga di hadapan orang kafir maka kita tidak menyikapi seperti itu sebagaimana diterangkan oleh Ash Shon’ani dalam Subulus Salam. Juga amat bahaya jika seorang gadis memberi senyuman kepada laki-laki karena godaannya amat besar.
Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan iman, kesehatan dan kemuliaan akhlak.